Puber kedua adalah masa
perkembangan jiwa sehubungan dengan perubahan sikap dan perilaku terkait
masa perkembangan jiwa antara kisaran 39/40-45 tahun pada lelaki. Puber kedua juga terjadi pada perempuan.
Biasanya yang banyak diulas masalah
keengganan menghadapi masa tua sehingga muncul perilaku yang terkesan
analog dengan perilaku remaja usia 17-20 tahun. Perilaku tersebut
menyangkut sikap heteroseksual, romantisisme, dan minat psikoseksual
kepada perempuan remaja dengan penyertaan berlebihan yang membawa
konsekuensi gangguan hubungan perkawinan yang sering berakhir dengan
perceraian.
KASUS 1
Perkawinan saya sudah berlangsung 11
tahun. Suami tidak pernah memerhatikan saya. Dia tidak pernah menghargai
apa yang saya lakukan. Memang dulu saya tidak pernah masak dan kurang
memerhatikan, tetapi sekarang saya sudah belajar dan bisa memasak
makanan kesukaannya, menyediakan pakaian dalam di kamar mandi saat dia
akan mandi, membuatkan kopi. Tetapi, dia sama sekali tidak pernah bilang
terima kasih atau memuji perubahan saya.
Sering saya ke salon dan mengubah tatanan
rambut atau pakai baju baru . Tetapi, dia cuek. Saya terkadang ingin
dipeluk dan saya mendahului memeluk dari belakang. Namun, responsnya
sama sekali tidak menyenangkan. ” Ah, panas, sambil melepas pelukan
saya.”
Saya bukan menginginkan seks lebih. Saya hanya ingin sesekali dipuji, dihargai, dipeluk, dan dielus. Demikian Ny K (39).
”Ah, sejak 10 tahun lalu perlakuan saya
memang begitu, dan dia tidak pernah protes. Kenapa sekarang tiba-tiba
jadi begitu banyak tuntutan.” Demikian K memprotes keluhan istrinya.
KASUS 2
KASUS 2
”Saya heran kenapa istri saya jatuh cinta
lagi. Padahal, dia sudah menikah hampir 12 tahun dengan saya. Saya
menemukan Facebook-nya dengan lelaki berusia beberapa tahun di bawah
dia. Dia mengaku itu teman adik kelas saat SMA. Saya menemukan indikasi
dia sudah melakukan hubungan intim dengan laki-laki itu. Kata-katanya
romantis yang saya rasa erat kaitannya dengan hubungan intim
lelaki-perempuan.” Demikian Tn L (46).
”Saya akui saya sering Facebook-kan
dengan bekas adik kelas. Awalnya dia mengungkap cerita-cerita lucu saat
SMA, akhirnya dia mengatakan kagum dan tertarik kecantikan dan
kepandaian saya.
Sebenarnya dia sudah menikah dan punya
istri cantik dengan satu anak, tetapi dalam Facebook sering mengirimi
saya puisi yang menyatakan kekaguman dan rayuan. Kami tidak pernah
ketemu muka dan kami menyadari hubungan kami tidak tertuju pada sesuatu
yang serius.
Namun, akhirnya karena perhatian yang dia
berikan, saya mulai curhat hubungan saya yang kurang mesra dengan
suami. Tetapi jujur, saya tidak pernah melakukannya. Saya hanya merasa
ada seseorang yang memperlakukan saya dengan cara berbeda dengan apa
yang dilakukan suami dan saya merasa benar-benar tersanjung. Dia juga
sering men-support saat saya merasa kurang berhasil dalam kerja di
kantor.” Demikian Ny L (43).
Krisis emosional
Krisis emosional
Dari kedua kasus tersebut, nyata kedua
istri tersebut memiliki kebutuhan emosional khusus pada usia awal masa
dewasa dan mengalami krisis emosional yang analog dengan krisis yang
dihadapi puber kedua lelaki. Jadi, masa puber kedua tidak saja dialami
lelaki, tetapi juga perempuan. Hanya umumnya perempuan usia tersebut
menghadapi suami yang puber kedua dan juga anak-anak yang biasanya
menginjak dewasa sehingga menuntut konsentrasi dan energi psikis penuh.
Akibatnya, seolah puber kedua hanya dialami para lelaki-suami.
Kedua perempuan tersebut, rupanya tidak
terganggu kesibukan dengan anak sehingga mendapat peluang mengungkap
kebutuhan psikologis khusus itu.
Pada masa puber kedua, kebutuhan akan
gairah kasih timbal-balik dengan pasangan, romantisme dalam jalinan
kasih, dan rasa aman dalam kehidupan perkawinan muncul ke permukaan.
Muncul pula kebutuhan akan penghargaan
eksistensi diri yang utuh dalam peran sebagai istri. Umumnya pada usia
perkawinan tersebut masalah sosial ekonomi sudah teratasi. Pada kasus 1,
kebutuhan Ny K menunjukkan besarnya energi psikologis yang mendorong
kebutuhan interaksi psikoseksual yang penuh romantisisme untuk membuat
dia merasa benar-benar dihargai keberadaannya secara utuh.
Kenyamanan psikologis
Kenyamanan psikologis
Bila kebutuhan mendasar ini dipenuhi oleh
perubahan sikap suami, maka kenyamanan psikologis istri pun membuat
jalinan kasih di antara kedua pasangan semakin membaik dan membahagiakan
kedua pasangan.
Bagaimana halnya dengan kasus 2? Pada
dasarnya Ny L sudah lama mendambakan perlakuan manis dari suami sehingga
saat akhirnya berada dalam masa puber kedua kebutuhan akan perlakuan
manis, kenyamanan, dan keamanan emosional yang seyogianya dipenuhi pihak
suami dari awal perkawinannya ternyata diperoleh dari kehadiran adik
kelas. Sanjungan, penghargaan, dan dukungan emosional berlanjut
menstimulasi imajinasi erotis serta romantisisme psikoseksual.
Para suami seyogianya menyediakan waktu
khusus untuk introspeksi diri, sejauh mana rasa hormat, penghargaan,
loyalitas dan sentuhan kasih dan romantisisme suami-istri dalam
kehidupan perkawinan selama ini tetap terjaga. Atas dasar hasil
introspeksi ini ajaklah istri untuk mendiskusikan relasi yang terjalin
selama ini. Kemudian, sepakat memperbaiki sesuai kebutuhan masing-masing
pasangan demi keutuhan rumah tangga penuh kasih.
Yang penting dalam hidup berkeluarga adalah kejujuran dan keterbukaan, yang mungkin bisa meminimalisasikan akan hadirnya orang ketiga dalam biduk perkawinan. Meski tak bisa dipungkiri bahwasanya ada beribu alasan untuk “menyisakan” hati ato mengagumi orang lain
0 komentar:
Posting Komentar